Langsung ke konten utama

Papua: Perkembangan dan Tantangan dalam Bingkai NKRI


(Foto Docprib : Literasi Papua)

Papua merupakan provinsi di Indonesia yang terletak di bagian timur. Sejak wilayah Papua Barat dianeksasi kedalam Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia pada 01 Mei 1969, Papua telah mengalami berbagai perubahan dan perkembangan. Dari berbagai segi yakni budaya, Papua memiliki keanekaragaman suku dan bahasa yang kaya. Selain itu, provinsi ini juga menghadapi sejumlah tantangan, termasuk masalah sosial, ekonomi, dan politik. Apakah Anda ingin tahu lebih lanjut tentang perkembangan terkini di Papua? Yuk, simak dengan seksama, ya!


Beberapa tantangan yang dihadapi oleh Orang Asli Papua atau biasa disingkat dengan tiga suku kata, yaitu “OAP”, meliputi:


1. Isu Hak Asasi Manusia 

Isu tentang  pelanggaran hak asasi manusia di Papua merupakan persoalan yang sangat menajiskan dan menjijikkan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia melalui aparat kepolisian dan TNI organik maupun anorganik. Pelanggaran HAM itu dimulai sejak Papua dianeksasi kedalam Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia pada 1 Mei 1963 hingga detik ini. Dan juga pelanggaran itu diterapkan melalui berbagai jenis operasi militer, diantaranya operasi Mandala, operasi koteka dan operasi lainnya. Dalam operasi tersebut menelan berbagai korban nyawa manusia Papua termasuk hak-hak dasar orang asli Papua. Salah satu dari berbagai pelanggaran HAM di Papua, seperti peristiwa 8 Desember 2014 dimana TNI/POLRI menewaskan 4 siswa SMA Negeri Paniai Timur di lapangan sepakbola Enagotadi – Paniai – Papua . Itu fakta!
 
2.     Pembangunan Infrastruktur 

Sesungguhnya, orang asli Papua sangat tidak membutuhkan pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia di tanah Papua. Namun, karena klaim Indonesia atas Papua maka mereka melakukan berbagai pembangunan sesuai dengan keinginan mereka. Akhirnya, pembangunannya tidak tercapai karena tanah Papua memiliki letak geografis yang sulit dijangkau. Maka, pemerintah Indonesia mengatakan bahwa letak geografis wilayah Papua menyulitkan pembangunan infrastruktur seperti jalan, listrik, dan telekomunikasi, yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan penduduk. Padahal, pemerintah Indonesia tidak mau membangun Papua. Namun, menjarah sumberdaya alam Papua. Sementara, Sumberdaya manusia diabaikan.

3.  Ketidaksetaraan Sosial & Ekonomi 

Ketidaksetaraan antara masyarakat pribumi Papua dengan non papua di Papua sangat menonjol. Orang non Papua menguasai setiap lini kehidupan, terutama bidang perekonomian. Fakta membuktikan bahwa 99% populasi penduduk non papua di tanah Papua menguasai pasar-pasar di Papua dalam perdagangan barang dan jasa. Sedangkan, orang asli Papua hanya 1%, itupun hanya jual-jual pinang. Jadi, orang asli Papua pada umumnya hanya penonton setia atas negeri mereka sendiri, karena yang mengendalikan sistem adalah pemerintah Indonesia. Hal itulah yang menyebabkan dapat menghambat perkembangan sosial dan ekonomi di Papua.
 
4.  Keterbatasan Pendidikan & Kesehatan 

Pada umumnya, Akses terhadap pendidikan dan layanan kesehatan secara berkualitas dan kuantitas sangat terbatas di Papua, termasuk tenaga pengajar, perawat, mantri dan dokter serta fasilitasnya sehingga menyebabkan rendahnya tingkat literasi dan kesehatan masyarakat.
 
5.     Konflik Sosial & Politik 

Konflik internal dan eksternal politik di Papua terkadang mengganggu stabilitas. Konflik internal di Papua terjadi akibat adanya “Devide et Impera”, artinya konflik adu domba antara sesama masyarakat Papua yang disebabkan oleh pemerintah Indonesia melalui oknum-oknum tertentu, sehingga orang asli Papua melakukan perang suku. Contohnya seperti, peristiwa yang terjadi di Provinsi Papua tengah Nabire di topo, beberapa bulan silam.
 
Sedangkan, konflik eksternal adalah konflik status politik Papua yang digagalkan oleh pemerintah kolonial Indonesia. Dengan persoalan itu, maka rakyat Papua akan melakukan perlawanan terhadap penjajah Indonesia, karena keberadaan pemerintah kolonial Indonesia di tanah Papua merupakan ilegal. Maka itu, mau dikatakan mengganggu stabilitas pembangunan infrastruktur, sosial dan ekonomi tidak menjadi persoalan, karena rakyat Papua menutut atas hak politik sebagai sebuah Negara yang berdaulat atas tanah leluhurnya.
 
Oleh karena itu, untuk mengakhiri konflik di tanah Papua maka pemerintah kolonial Indonesia harus mengakui kedaulatan bangsa Papua Barat sebagai sebuah Negara yang telah merdeka sejak 1 Desember 1962. Jika tidak maka konflik di Papua tidak akan selesai sampai kapanpun dan korban nyawa akan tetap berjatuhan antara pihak Tentara Nasional Papua Barat (TPNPB) maupun TNI/POLRI bahkan rakyat sipil menjadi korban. Entah rakyat sipil dari Papua maupun dari Indonesia.
 
6. Konservasi & Eksploitasi Sumber Daya   Alam 

Alam papua dari daratan sampai lautan memiliki kekayaan alam yang luar biasa, tetapi eksploitasi yang tidak terkendali dapat membawa dampak negatif terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat lokal. Seperti PT. Freeport Indonesia, selama beberapa dekade mengekploitasi tambang digunung nemangkawi mereka membuang limbah tailing secara sembarangan ke area yang datar seperti di daerah mimika pantai, maka secara otomatis masyarakat pribumi, suku Kamoro mengalami limbah tersebut. Akhirnya, kesehatan dan lingkungan sosialnya tercemar akibat limbah tailing. Sehingga, tubuh mereka tidak sehat termasuk IQnya.

Selain itu, masyarakat yang tinggal di kota mimika dapat mengalami hal yang serupa. Karena limbah itu, di menyebar seperti solar. Ketika menmpahkan di atas air.  Untuk menghindari hal itu, maka pihak perusahaan, pemilik saham serta pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat mohon mengevaluasi kinerja perusahaan. Agar tidak mengorbankan pihak lain. Bila perlu Perusahaan PT. Freeport Indonesia dan perusahaan – perusahaan lain secara legal maupun ilegal yang sedang beroperasi di atas tanah Papua harus segera dicabut. Supaya Semua maklum yang ada di tanah Papua terpelihara dengan baik.

    Akhir kata semoga artikel ini dapat membantu dan bermanfaat bagi anda yang luangkan waktu untuk membacanya. Apabila, ada kesalahan dalam tulisan ini, maka mohon dimaklumi. Karena pepatah juga mengatakan bahwa ‘tiada gading yang tak retak’.

Syalom...!!!
Salam hebat dan salam literasi Papua


Writted by Admin Blog 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mindset Kaum Intelektual Papua Musti dirubah untuk Melawan Musuh

Foto/Docprib : Pinggir Danau Sentani    Mindset kaum intelektualitas orang Papua musti direset dari pemahaman yang sempit. Pemahaman seperti apa? Pemahaman menyelidiki kelemahan antar para intelektual dalam hal siapa yang mampu & tdk mampu dalam suatu bidang tertentu, seperti dalam berorganisasi & berpengetahuan tinggi.  Kita juga tidak dianjurkan untuk menjadi guru pembanding antara Ats orang lain. Jikalau hal itu, bertumbuh & berakar dlm mindset kaum intelektual Papua, maka secara otomatis musuh kita kolonial dan sekutunya gampang menguasai wilayah kita.  Yang kita harus Melakukan adalah mengetahui siapa musuh kita yang sesungguhnya sekaligus menyeliki strategi yang dilakukan oleh musuh kita untuk memecah - belah konsolidasi dan eksistensi kita dengan menggunakan wawasan intelektual yang kita miliki berdasarkan latarbelakang pendidikan kita masing - masing. Writter : Adminblog